
The Black Phone 2 hadir 17 Oktober 2025
sinopsisfilm.org – Film sekuel dari fenomena horor 2021, The Black Phone 2 hadir dengan ambisi besar—mengubah bukan hanya rangkaian kejutan, tetapi memperluas dunia mitos dan trauma yang sebelumnya hanya disentuh. Disutradarai oleh Scott Derrickson (kembali dari film pertama) dan ditulis bersama C. Robert Cargill, film ini menampilkan kembalinya aktor-bintang seperti Ethan Hawke sebagai The Grabber, serta Mason Thames dan Madeleine McGraw sebagai Finney dan Gwen.
Dirilis secara luas pada 17 Oktober 2025, film ini berhasil meraih pembukaan box office yang kuat—mencapai sekitar US$ 26,5 juta domestik dan US$ 42 juta di seluruh dunia di pekan pertama. Dengan anggaran produksi diperkirakan di kisaran US$ 30 juta, performa awal ini menunjukkan bahwa film sekuel ini bukan sekadar “turut hadir”, tetapi punya potensi membuka waralaba baru.
Latar Belakang Produksi & Alasan Sekuel
Film pertama, The Black Phone (2021), diadaptasi dari cerita pendek oleh Joe Hill—anak dari Stephen King—dan menjadi sleeper hit dengan sekitar US$ 161 juta pendapatan global dari anggaran kecil.
Awalnya, Scott Derrickson menyatakan bahwa dia tidak secara aktif merencanakan sekuel. Namun sebuah panggilan singkat Joe Hill—“A phone rings, Finney answers, and it’s The Grabber calling from hell” — memberi titik awal penggarapan sekuel.
Skrip kemudian dikembangkan dengan pendekatan yang lebih gelap, latar lebih menantang (kamp musim dingin, bukan lingkungan suburban summer), dan transformasi karakter yang lebih kompleks.
Production dimulai November 2024 di Kanada, dengan syuting hingga awal 2025.
Dengan demikian, The Black Phone 2 bukan sekadar pengulangan—melainkan upaya evolusi cerita dan estetika horor.
Sinopsis (Spoiler Ringan)
Film mengambil setting 1982, beberapa tahun setelah peristiwa film pertama. Finney Shaw (Mason Thames) kini berusia 17 tahun dan masih bergulat dengan trauma masa lalu: menghadapi penculik sadis The Grabber (Ethan Hawke) dan pengalaman supernatural telepon hitam yang dulu menalarnya.
Sementara itu, adik perempuannya, Gwen (Madeleine McGraw), mulai mengalami penglihatan dan mimpi buruk: telepon hitam berdengung kembali — namun bukan lewat basement lagi, melainkan melalui kamp musim dingin bernama Alpine Lake Camp, di mana tiga anak hilang dan hubungan mereka dengan The Grabber mengerucut.
Ketika badai salju memaksa mereka dan beberapa karakter lain (Ernesto, Mustang, Armando) terjebak di kamp, garis antara mimpi dan kenyataan kabur. The Grabber—yang sebelumnya tewas—kembali dalam bentuk kehilangan mati, menghantui mimpi Gwen dan memancing pertarungan supernatural antara hidup dan mati.
Puncaknya: Gwen mengumpulkan keberanian, Finney menghadapi ketakutan, dan masa lalu keluarga mereka dihubungkan dengan kejadian kamp tersebut—membuka aspek generasi, warisan trauma, dan kekuatan paranormal yang lebih besar dari sekadar pembunuhan.
Pada akhirnya, film menutup dengan ketidakpastian penuh: The Grabber “dihancurkan” secara simbolik, namun panggilan telepon hitam masih terdengar—menyisakan celah bagi sekuel berikutnya.
Analisis Tema & Elemen Film
1. Trauma dan Survivorship
The Black Phone 2 memperdalam tema tentang apa yang terjadi setelah “bertahan hidup”. Finney menunjukkan efek jangka panjang—penyalahgunaan zat, isolasi, ketidakmampuan berbicara tentang pengalaman. Gwen menjadi protagonis yang harus mengambil alih karena Finney tak sepenuhnya sembuh. Tema ini memberikan kedalaman emosional yang tidak selalu muncul di film slasher konvensional.
2. Mimpi vs Realitas / Dunia Nyata vs Dunia Lain
Dengan setting kamp musim dingin dan mimpi yang meluas, film memasukkan unsur seperti A Nightmare on Elm Street—monster yang menyerang lewat mimpi, tempat aman yang jadi jebakan. Review mencatat transformasi The Grabber ke bentuk “Freddy–like” yang bisa menembus mimpi dan kenyataan.
3. Generasi & Warisan
Cerita memperkenalkan aspek keluarga—ibu mereka (Hope) adalah kunci masa lalu, kamp tersebut memiliki hubungan dengan peristiwa lama, dan kekuatan Gwen adalah warisan. Dengan demikian film bukan sekadar “perburuan pembunuh”, tapi juga pembongkaran jaringan traumatis generasi.
4. Evolusi Horor & Ikon Baru
The Grabber kini bukan hanya pembunuh anak-anak di basement—dia menjadi entitas supernatural dengan kemampuan baru. Director Derrickson berupaya menjadikan karakter ini ikon horor modern.
Karakter dan Pemeran Utama
Finney Shaw (Mason Thames): Pahlawan film pertama, kini menghadapi kehampaan setelah menyelamatkan diri, trauma yang belum selesai.
Gwen Shaw (Madeleine McGraw): Adik Finney, kini menjadi pusat narasi dengan kemampuan penglihatan mimpi.
The Grabber (Ethan Hawke): Antagonis kembali, lebih menyeramkan dan tak terbendung. Masker ikoniknya kini diberi simbolisme baru.
Armando (Demián Bichir), Mustang (Arianna Rivas), Ernesto (Miguel Mora) dan sejumlah karakter kamp melengkapi narasi baru, memperluas dunia film.
Produksi, Rilis & Box Office
Film ini diproduksi oleh Blumhouse Productions dan Crooked Highway, dan didistribusikan oleh Universal Pictures. Budget dilaporkan sekitar US$ 30 juta.
Rilis: Pra-tayangan festival di Fantastic Fest (20 September 2025), lalu rilis teater di AS pada 17 Oktober 2025.
Pembukaan box office domestik: US$ 26,5 juta, global US$ 42 juta di akhir pekan perdana. Audiens: 63% usia 18-34, 39% Hispanik.
Penerimaan kritis cukup positif: review menyoroti keberanian sekuel untuk tidak meniru film pertama secara persis.
Kekuatan & Catatan Kritis
Kekuatan:
Ekspansi dunia dan peningkatan aspek supernatural membuat sekuel terasa lebih dari sekadar remake.
Karakter utama (Finney, Gwen) mendapatkan perkembangan nyata.
Visual mimpi, atmosfer salju/kampus musim dingin, dan desain horor kuat.
Catatan:Beberapa review mengkritik bahwa paruh kedua film menjadi terlalu penuh penjelasan (“exposition dump”), yang bisa mengurangi ketegangan.
Efek yang ekstrem dan skema mimpi bisa membuat sebagian penonton merasa “terlalu sibuk”.
Karena sukses besar, ada potensi tekanan untuk sekuel berikutnya dan pengulangan gimmick.
Mengapa Film Ini Layak Ditonton
Kamu penggemar horor dengan unsur supernatural dan mimpi? Film ini punya kombinasi menarik.
Jika kamu suka horor klasik (kamp musim panas, pembunuh bergaya mask), film ini memberikan twist baru (kamp musim dingin, pembunuh dari alam lain).
Bagi pemirsa yang menikmati narasi trauma lanjutan – bukan hanya “bertahan hidup”, tapi “apa yang terjadi setelahnya” – film ini menawarkan kedalaman emosional.
Atmosfer dan desain visual yang menonjol, cocok untuk pengalaman teater.
Siapa yang Sebaiknya Hati-Hati?
Penonton yang sensitif terhadap kekerasan anak-anak atau adegan sangat sadis sebaiknya memperhatikan rating dan review.
Jika kamu mengharapkan “sama persis dengan film pertama”, kamu mungkin merasa film ini sedikit berbeda arah (lebih mimpi, lebih supernatural).
Horor ringan mungkin kurang cocok—film ini memiliki elemen psikologis dan mimpi yang bisa terasa menegangkan.
Implikasi untuk Masa Depan Franchise
Dengan keberhasilan awal yang kuat, banyak yang memprediksi bahwa The Black Phone bisa berkembang menjadi waralaba horor besar, dengan The Grabber sebagai ikon baru. Dalam wawancara, Ethan Hawke juga menyebut bahwa ia “ingin pergi ke neraka dengan The Grabber”—sinyal optimisme untuk sekuel ketiga.
Jika film berikutnya hadir, isu-trauma generasi, mimpi, dan supernatural bisa jadi arena yang terus diperluas.
Kesimpulan
The Black Phone 2 adalah sekuel yang jarang: ia tidak hanya mengulangi cerita sebelumnya, tetapi berani memperluas horizon narasi, karakter, dan atmosfer horor. Dengan latar kamp musim dingin yang mencekam, mimpi yang membayang, dan trauma yang belum selesai, film ini menawarkan pengalaman yang lebih matang bagi penggemar horor.
Meskipun memiliki beberapa kekurangan—terutama di bagian akhir yang penuh eksposisi—kekuatan utamanya jauh lebih dominan. Dari segi box office, film ini membuktikan bahwa horor masih punya daya tarik besar, dan waralaba ini punya ruang untuk tumbuh.
Bagi penonton yang siap dihubungkan kembali ke “telepon hitam” yang pernah menelpon di malam gelap—jawablah panggilannya. Karena dering itu belum berhenti.









