22 Desember 2025

sinopsisfilm.orgAda jenis drama Korea yang bikin kita ikut mikir, ikut emosi, lalu tiba-tiba sadar: “Lah kok dari tadi aku membela orang yang salah?” Nah, The Price of Conversion (2025) main di jalur itu—crime mystery dengan rasa police procedural yang intens, dibumbui drama persidangan, dan satu tema besar: narasi publik bisa lebih mematikan daripada bukti.

Series ini berpusat pada Yun-su, seorang guru seni yang hidupnya runtuh setelah suaminya, Ki-dae (seorang pelukis), ditemukan tewas di studio. Yun-su menyangkal terlibat, tapi hampir semua petunjuk justru mendorongnya jadi tersangka utama. Yang bikin cerita makin panas: beberapa bulan kemudian, seorang pembunuh lain tertangkap dan mengaku sebagai pelaku. Pertanyaannya sederhana tapi mengerikan: siapa yang berbohong, dan kenapa?

Di bawah ini rekap cerita, bedah twist, dan ulasan jujur yang tetap nyaman dibaca (tanpa nyeret-nyeret detail sensitif).


Gambaran Cerita Tanpa Spoiler Berlebihan

  • Yun-su: guru seni, istri Ki-dae, punya anak kecil bernama Sop.

  • Ki-dae: pelukis, korban pembunuhan.

  • Detektif Ryu: polisi yang menginterogasi, cenderung curiga sejak awal.

  • Dong-hun: jaksa (mantan polisi) dengan reputasi tajam, tapi juga keras kepala.

  • Mo-eun: tersangka kasus lain yang kemudian “mengacak” seluruh permainan dengan pengakuan mengejutkan.

  • Jeong-Gu: pengacara kecil yang justru jadi kartu liar paling efektif.


Rekap Cerita: Dari Pernikahan Sederhana ke Mimpi Buruk

1) Awal yang Hangat, Lalu Jatuhnya Brutal

Cerita membuka kilas balik 2017: pernikahan Yun-su dan Ki-dae sederhana—tidak glamor, tapi terasa tulus. Lalu lompat ke 2022: Yun-su menelepon layanan darurat karena mendapati studio lukis berantakan, darah di mana-mana, dan Ki-dae sudah tak bernyawa.

Yang seharusnya jadi momen duka berubah jadi momen penghakiman: Yun-su dianggap “aneh” karena terlihat tidak cukup sedih, pakai baju cerah, dan jawabannya dinilai tidak konsisten.

2) Interogasi Panjang dan “Logika yang Dipaksa”

Yun-su bilang ia melihat sosok berhoodie gelap keluar dari studio malam itu. Masalahnya: tidak ada CCTV yang menguatkan. Di TKP, beberapa bagian seperti sengaja dibersihkan dengan larutan untuk menghapus jejak. Namun ada kejanggalan: alat yang dianggap senjata pembunuhan justru tidak terkena cairan pembersih itu.

Di sinilah Dong-hun mulai “memiliki cerita versinya sendiri”. Ia membangun skenario: Yun-su datang untuk kencan, menemukan sesuatu yang memicu konflik, lalu terjadi pembunuhan—kemudian ia menghapus jejak, dan menukar barang bukti agar terlihat rapi.

Yun-su membantah. Tapi masalah klasik di genre begini adalah: ketika penyidik sudah jatuh cinta pada teori, fakta cuma jadi dekorasi.

3) Faktor Media: Satu Video Bisa Mengunci Nasib

Tekanan publik makin menggila ketika rekaman pribadi dan cuplikan pertengkaran dipakai untuk membentuk opini: Yun-su terlihat pernah mengucap ancaman dalam konteks emosi. Internet melakukan sisanya. Yun-su dihukum duluan oleh komentar dan judul clickbait—bahkan sebelum persidangan selesai.

Dan ini poin kuat series ini: hukum bisa berjalan lambat, tapi narasi berjalan sprint.


Titik Balik Besar: Mo-eunMasuk, Permainan Berubah

4) Mo-eun: “Psikopat” yang Terlihat Tenang

Mo-eun ditangkap dalam kasus berbeda. Ia tampil seperti orang yang tidak membawa rasa bersalah, tapi juga tidak bermain dramatik. Di ruang interogasi, ia bahkan seperti paham pola pertanyaan penyidik.

Lalu datang momen yang mengubah segalanya: dalam sidang, Mo-eun menyatakan bahwa ia juga membunuh Ki-dae—suami Yun-su.

Publik berbalik arah. Polisi dan jaksa kena tekanan. Dong-hun yang tadinya percaya diri, mulai goyah—tapi tetap berusaha mempertahankan ego analisanya.

5) Kesepakatan yang “Kotor”: Kebebasan yang Harus Dibayar

Mo-eun menawarkan jalan keluar: ia siap mengaku, tapi meminta “balasan”. Intinya: Yun-su diberi kesempatan bebas bersyarat, tetapi hidupnya jadi seperti hidup di bawah jam pasir—waktu habis, ancaman datang.

Di sinilah series memainkan ironi besar:
untuk membuktikan dirinya bukan pembunuh, Yun-su justru didorong masuk ke situasi yang bisa membuatnya tampak sebagai pembunuh.


Konflik Kedua: Se-hun, Kebenaran, dan Korban yang Tak Pernah Didengar

Kasus melebar ke Se-hun—anak dari keluarga yang pernah jadi korban Mo-eun. Ada isu sensitif yang melibatkan kasus rekaman ilegal dan korban di bawah umur, dan series menempatkannya sebagai alasan kuat mengapa banyak orang “punya motif” untuk membenci Se-hun. (Di bagian ini, cukup dipahami sebagai: Se-hun bukan sosok polos, dan ada luka sosial yang besar di sekelilingnya.)

Yun-su diawasi, dibatasi gelang pemantau, dan langkahnya dicatat. Ketika Se-hun ditemukan tewas, arah kecurigaan otomatis kembali ke Yun-su: ada jejak, ada kesempatan, ada narasi.

Padahal… series ini pelan-pelan menunjukkan: kebenaran sering kalah cepat dari asumsi.


Bedah Plot Twist: Kenapa Twist-nya Terasa Berlapis?

Yang bikin The Price of Conversion memuaskan adalah twist-nya tidak hanya “siapa pelaku”, tapi “siapa yang mengendalikan cerita”.

Beberapa lapisan twist yang terasa menonjol:

  • Senjata & jejak yang “diskenariokan”: bukan sekadar bukti hilang, tapi bukti seperti sengaja diarahkan.

  • Pengakuan bisa jadi alat, bukan kebenaran: orang bisa mengaku bukan karena bersalah, tapi karena tujuan tertentu.

  • Orang berhudi bukan hiasan: sosok misterius yang awalnya dianggap halusinasi/rekayasa, ternyata punya peran kunci.

  • Relasi kuasa: ada orang yang “tak tersentuh” karena status dan koneksi, sehingga penyelidikan jadi timpang.

Dan twist terakhir menutup lingkaran: kejadian awal di studio ternyata terkait konflik yang tampak sepele di permukaan, tapi menyimpan dinamika harga diri, obsesi, dan kontrol.


Ulasan Jujur: Kelebihan dan Kekurangan

Yang Bikin Series Ini Kuat

  • Tema crime-mystery + courtroom terasa padat, bikin nagih.

  • Sudut pandang berlapis: korban, tersangka, jaksa, pelaku—semua dapat porsi.

  • Kritik sosialnya tajam: media dan opini publik bisa menghakimi lebih cepat dari hukum.

  • Plot twist bertahap: bukan satu kejutan, tapi rangkaian “oh… ternyata”.

Yang Bisa Bikin Penonton Mengernyit

  • Ada momen ketika logika penyelidikan terasa “dipaksa” karena karakter tertentu terlalu yakin sejak awal.

  • Motif pembunuhan utama bagi sebagian penonton bisa terasa kurang “berat” jika dilihat dari pemicu awalnya.

  • Durasi 12 episode bagi sebagian orang mungkin terasa kepanjangan, meski tetap seru.


Kesimpulan

The Price of Conversion (2025) adalah series yang mengajak penonton main tebak-tebakan, lalu menertawakan tebakan kita sendiri. Ini bukan cuma soal “siapa pembunuhnya”, tapi soal siapa yang mengatur panggung: bukti, media, ego penegak hukum, dan trauma para korban.

Kalau kamu suka drama Korea bertema misteri kriminal yang penuh manuver, twist berlapis, dan kritik sosial yang nyentil, series ini layak masuk daftar tonton. Tapi siapin mental—karena di sini, satu “keyakinan” bisa menghancurkan hidup orang yang bahkan belum terbukti bersalah.


FAQ

1) The Price of Conversion (2025) genre apa?
Crime mystery dengan elemen police procedural dan drama persidangan.

2) Apakah series ini banyak plot twist?
Iya. Twist-nya berlapis dan sering mengubah cara kita melihat karakter.

3) Fokus ceritanya soal apa?
Pembunuhan di studio lukis, salah tangkap, pengakuan mengejutkan, dan permainan narasi publik.

4) Apakah ada konten sensitif?
Ada isu kriminal yang menyangkut korban di bawah umur (dibahas sebagai konteks kasus), tapi tidak disajikan secara eksplisit.

5) Berapa episode dan apakah terasa kepanjangan?
Versi transkrip menyebut 12 episode. Buat sebagian penonton mungkin agak panjang, tapi tetap menghibur.

6) Cocok untuk penonton pemula genre crime?
Cocok, asalkan kamu suka cerita yang detail dan tidak semua jawaban diberi cepat.