1 November 2025
Karl Urban dalam adegan first-person ikonik di film Doom (2005).

sinopsisfilm.org– Film adaptasi video game sering kali dapat reaksi beragam. Begitu juga dengan film Doom yang rilis pada 2005. Terinspirasi dari game first-person shooter legendaris besutan id Software, film ini mencoba menghadirkan teror luar angkasa ke layar lebar. Banyak yang bilang gagal total, tapi ada juga yang justru menilai Doom sebagai guilty pleasure — tontonan penuh aksi brutal yang nggak usah terlalu dipikirkan.

Buat penonton baru, mungkin film ini sekadar film aksi biasa dengan senjata besar dan monster. Tapi kalau tahu latar belakang gamenya, ada sensasi nostalgia yang cukup kental. Nah, biar jelas, yuk kita bahas lengkap sinopsis film Doom, jalan cerita, karakter, sampai opini soal kenapa film ini tetap dibicarakan meski udah lewat hampir dua dekade.


Awal Cerita: Sinyal Distress dari Mars

Kisah dimulai di tahun 2046. Sebuah fasilitas penelitian milik Union Aerospace Corporation (UAC) di Mars tiba-tiba mengirimkan sinyal darurat. Peneliti di sana kabarnya menemukan sesuatu yang berbahaya. Untuk menanggapi hal itu, dikirimlah tim pasukan khusus Rapid Response Tactical Squad (RRTS) yang dipimpin oleh Sarge (Dwayne “The Rock” Johnson).

Sarge dan timnya mendapat misi sederhana: masuk ke fasilitas, amankan situasi, dan cari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi seperti bisa ditebak dari tone film ini, misinya jauh dari sederhana. Dari awal penonton sudah dibawa ke suasana mencekam: koridor gelap, laboratorium berantakan, dan tanda-tanda eksperimen rahasia yang salah arah.


Perkenalan Karakter: Pasukan dengan Ego & Masalah Masing-Masing

Selain Sarge, tim RRTS diisi karakter-karakter dengan kepribadian berbeda. Ada John “Reaper” Grimm (Karl Urban), prajurit yang sebenarnya punya konflik batin karena misi ini melibatkan fasilitas tempat saudaranya bekerja. Lalu ada Duke, Destroyer, Portman, dan beberapa anggota lain dengan peran khas: ada yang sok jago, ada yang genit, ada yang humoris, ada juga yang religius.

Film ini berusaha menampilkan dinamika tim ala film perang atau survival, di mana karakter-karakter bakal satu per satu tersingkir. Reaper sendiri jadi pusat narasi, apalagi setelah kita tahu ada keterkaitan pribadi dengan ilmuwan Samantha Grimm, adiknya, yang juga berada di fasilitas tersebut.


Eksperimen Genetik: Sumber Horor

Inti cerita Doom adalah soal eksperimen genetika. Para ilmuwan UAC menemukan DNA kuno dari ras humanoid yang disebut punya kromosom ekstra, Chromosome 24. Eksperimen ini awalnya bertujuan menciptakan manusia super dengan kekuatan fisik luar biasa dan penyembuhan cepat. Tapi tentu saja, seperti banyak film sci-fi lain, eksperimen berubah jadi mimpi buruk.

Kromosom itu ternyata bisa mengubah manusia menjadi monster ganas jika orang yang terinfeksi dianggap punya sifat “jahat” atau “gelap”. Inilah yang menyebabkan laboratorium di Mars berubah jadi neraka penuh makhluk mutan. Pasukan RRTS yang datang pun jadi korban berikutnya: bukan hanya menghadapi monster, mereka juga harus berhadapan dengan kemungkinan pengkhianatan dari dalam tim sendiri.


Pertempuran Brutal: Koridor Gelap dan Monster

Film Doom dikenal karena adegan aksinya yang keras dan penuh tembak-menembak. Tim RRTS masuk ke lorong-lorong fasilitas, menghadapi monster dengan senjata berat, mulai dari shotgun, rifle, hingga senjata ikonik dari gamenya: BFG (Bio Force Gun).

Salah satu adegan memorable adalah ketika Destroyer bertarung tangan kosong dengan monster besar di dalam arena zero gravity. Adegan ini menegaskan bahwa film Doom memang menjual aksi fisik, bukan hanya senjata api.

Tapi yang paling bikin fans game tersenyum adalah ketika film ini tiba-tiba masuk ke mode first-person shooter di babak akhir. Kamera dibuat seolah-olah penonton memainkan game Doom langsung: sudut pandang orang pertama, musuh-musuh bermunculan, dan Reaper menghajar mereka dengan senapan. Adegan ini ikonik, meski sebagian kritikus menyebutnya cheesy.


Konflik Sarge vs Reaper

Ketegangan terbesar muncul antara Sarge dan Reaper. Sarge, yang seharusnya jadi pemimpin bijak, ternyata makin lama makin brutal. Baginya, misi utama adalah menghapus semua bukti, bahkan kalau perlu membunuh semua orang yang berpotensi terinfeksi. Reaper menolak karena masih ada orang-orang yang bisa diselamatkan, termasuk adiknya.

Pertentangan ini berujung konfrontasi fisik. Pada akhirnya, Sarge sendiri ikut terinfeksi dan berubah jadi monster. Adegan klimaks memperlihatkan pertarungan brutal antara Reaper dan Sarge, lengkap dengan ledakan dan aksi tangan kosong. Ending-nya, Reaper berhasil mengalahkan Sarge dan membawa adiknya selamat keluar.


Elemen yang Mengingatkan pada Gamenya

Buat fans game, film ini punya beberapa fan service:

  • Senjata BFG: senjata pamungkas yang muncul di film dengan efek dahsyat.

  • Lorong-lorong fasilitas Mars: desain set yang terasa seperti level dalam game.

  • Mode First-Person: eksperimen sinematik yang bikin penonton serasa main game.

  • Monster Mutan: meski desainnya berbeda dari demon di game, tetap ada vibe “musuh neraka” yang khas.


Kritik & Resepsi

Saat rilis, Doom mendapat banyak kritik. Rotten Tomatoes hanya memberi skor sekitar 18%. Banyak yang menilai film ini gagal menangkap esensi game Doom yang sebenarnya lebih ke arah supernatural-demonic daripada sains mutasi. Beberapa juga bilang karakterisasi lemah dan ceritanya klise.

Tapi di sisi lain, ada penonton yang justru menikmatinya sebagai hiburan guilty pleasure. Adegan aksi, kehadiran The Rock (yang waktu itu belum sebesar sekarang), dan momen first-person jadi alasan film ini tetap dikenang. Bahkan, belakangan Doom sering masuk daftar “film adaptasi game paling jelek yang diam-diam seru ditonton ulang”.


Nilai Plus dan Minus

Plus:

  • Adegan aksi intens, cocok buat pecinta film penuh tembakan.

  • Karl Urban & The Rock memberi performa fisik yang meyakinkan.

  • Mode first-person yang unik, meski kontroversial.

Minus:

  • Cerita jauh dari mitologi asli game.

  • Karakter pendukung dangkal.

  • Atmosfer lebih seperti film sci-fi generik ketimbang horor Doom.


Film Doom memang bukan masterpiece. Tapi buat sebagian penonton, justru itu yang bikin menarik. Sebuah film aksi mid-2000s dengan semua kekurangannya, yang kalau ditonton sekarang terasa nostalgia. Kadang kita nggak butuh film sempurna, cukup film yang bisa bikin adrenalinnya naik. Doom mungkin gagal secara kritik, tapi berhasil meninggalkan jejak sebagai salah satu adaptasi game yang tetap dibicarakan.